2/12/2008

ITS Tinggal Sejarah Bangsa.

Bincang bincang serius antara Ir. Lily Pudji Astuti (Team ITS) copy dari Hidayatullah.com

Lantas bagaimana tanggapan pemerintah dengan Tim ITS?
Kejadian itu hanya lepas begitu saja. Tim ITS tiba-tiba tidak dipakai sama sekali. Termasuk bagaimana soal pasar Porong. Padahal, semenjak awal Tim kami saat itu mengusulkan membuat sekat, sampai bagaimana pada desain toilet, kamar mandi dan ukurannya harus berapa. Pokoknya, sudah kita desainkan secara lengkap lah. Nah, setelah desain jadi, tiba-tiba semua pada berebut. (maaf) ini kan dianggap proyek. Ya... akhirnya digarap orang lain. Sementara kita ini kan volunteere (sukarelawan). Artinya, kita ini atas inisiatif sendiri, dukungan dana sendiri. Karena memang yang mendasari tim ITS adalah faktor sosial.

Anda kecewa sejak ITS tidak dipakai lagi?
Kita adalah akademisi dan tak ada kepentingan proyek atau politik, kami masih bekerja sebagaimana biasa. Karena semua tim kami adalah para ahli, ya kami tetap bekerja dan memanfaatkan laboratorium untuk stressing ke sini (Lapindo). Bahkan, hampir tiga bulan semua pekerjaan kami hanya fokus ke situ. Bahkan kami sejak awal men-declear (mengumumkan) kami tak ingin dibayar. Memang sejak awal kita jelaskan, bahwa kami volunteere (sukarelawan), hanya ada biaya-biaya pengukuran yang perlu dibayar. Tapi tenaga ahli tidak kita hitung.

Menurut Anda bagaimana sih sesungguhnya soal kondisi lumpur itu?
Kita sangat mengenal karakteristik lumpur di Lapindo itu. Kalaupun dialirkan ke kali Porong, keberhasilannya sangat rendah. Dan dampaknya akan menjadi luar biasa. (Lily kemudian menjelaskan secara akademis efek-efek luberan lumpur. Sayang, minta off the record). Ya, mungkin saja Surabaya ini bisa klelep (banjir, red).

Sejauh mana Tim ITS menjelaskan masalah ini ke pihak terkait?
Lho, ke mana-mana. Pada tataran Menteri hingga ke Wakil Presiden. Bahkan pada semua yang terkait sudah kami sampaikan. Masalahnya, keputusan selalu berbeda. Seolah-olah yang kita sampaikan ini adalah wacana. Tim kami ini sudah menghitung sampai pada analisa risk (resiko-resikonya).

Menurut perhitungan, bagaimana volume lumpur?
Berdasarkan data Mei 2007, hasil perhitungan seismografis, dan volume total di atas 100 ribu m3 perhari. Asumsinya, jika tanggul masih seperti sekarang, dalam dua-waktu tiga tahun ke depan, luberan lumpur akan sampai radius 2-3 kilometer.


Sudah Anda sampaikan ke ormas-ormas Islam?
Sudah. Ke Hidayatullah dan ormas-ormas Islam yang mengundang saya telah kami sampaikan. Dan tak ada langkah untuk melakukan penanganan. Ini bukan soal ketidaktahuan. Wong, informasi sudah cukup banyak. Jadi. Ada apa dengan kita ini? Padahal jika mau, umat Islam itu sangat bisa melakukan. Misalnya soal pendidikan anak-anak kita ke depan.

Jadi apa langkah kita seharusnya?
Kalau dengan perhitungan ilmiah, ya kita akan membuat kemungkinan langkah-langkah antisipasi. Misalnya; mengusulkan agar menggiring dan pengendalian luberan lumpur disesuaikan dengan tipografi tanah yang datar ke arah Timur. Biarkan dia sesuai kodratnya, mencari yang lebih rendah. (Penanggulangan Timnas yang sekarang justru ke arah Selatan dan diduga banyak pihak justru melawan kodrat alam).

Kepada pemerintah, Tim ITS juga akan mengusulkan pemasangan tanggul ganda untuk wilayah dalam (sumber utama lumpur) dan tanggul luar yang bersifat permanen. Termasuk usulan alternatif menyelesaikan masalah infrastruktur. Meliputi jalan kereta, jaringan SUTET dan jalan tol. Termasuk menyelesaikan masalah sosial masyarakat. Tujuannya menjaga tak sampai ke arah perumahan.
Hmmm... ITS tinggal sejarah itu sudah pernah kita hitung...selengkapnya !

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Ituulaaah Indoneessiiiaaaaaa, pendapat bangsanya sendiri tidak dihargai oleh bangsanya...kesiiaan deh luh ! pada sakit kali tuh ! Pemerintah Sidoarjo juga kagak becus.