2/07/2008

3 th lagi Sidoarjo Kota yang hilang

Keputusan pemerintah beberapa bulan lalu yang mengutamakan keselamatan manusia sebagai pertimbangan utama sudah tepat. Persoalannya, berapa banyak lagi penduduk (baca: manusia) yang harus diselamatkan dari tangan-tangan gelap bencana ini untuk sekian tahun mendatang. Tidak ada yang berani membuka halaman tergelap dari bencana ini.

Pemerintah pun hanya bergerak �satu inci� dengan menyatakan peristiwa ini adalah bencana, di mana pemerintah harus �ikut memikirkan�. Luasan lahan sawah dan permukiman sekitar 450 hektar yang terendam lumpur panas tidak cukup mampu membawa pemerintah untuk turut bertanggung jawab.

�Memang belum ada kriteria-kriteria untuk menetapkan suatu bencana menjadi bencana nasional. Itu hak prerogatif presiden,� ujar mantan Kepala Biro Mitigasi Sekretaris Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi, yang juga Ketua Presidium Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia, Sugeng Triutomo.

Ada beberapa ancaman bencana besar menyusul indikasi-indikasi yang sudah ada. Pertama, persoalan tanah ambles (subsidence) yang bersifat konsentrik (melingkar mengarah ke pusat semburan lumpur panas). Jika terjadi tanah ambles, jalan layang tol yang melintas di atas rel kereta api dan Jalan Raya Porong bisa roboh (lihat infografis).

Kedua, terendamnya permukaan tanah dalam luasan dengan hitungan gigantik (luar biasa besar) ini bisa mengakibatkan lenyapnya jalan tol serta jalur rel kereta api, permukiman warga, sejumlah pabrik, dan lahan sawah.

Untuk yang kedua, pemerintah sudah memastikan: jalan tol dan rel kereta api akan dipindahkan. Persoalan utamanya: kita berkejaran dengan waktu dan tanah ambles yang membayangi.

Dari catatan yang ada, semua kejadian bencana yang menyertai semburan lumpur panas, misalnya tanah ambles, rusaknya rel kereta api, dan meledaknya pipa gas milik Pertamina, sudah diprediksikan sejak awal semburan lumpur panas terjadi.

Persoalan tanah turun (ambles) dan meledaknya pipa sudah dibicarakan sejak Juni lalu. Berarti, apa yang dikhawatirkan oleh sejumlah ahli geologi dan bahkan anggota TNPSLS ini juga tidak dapat dianggap bualan belaka. selanjutnya........

Tidak ada komentar: